Perundingan Bipartit dalam dunia hukum dapat kita ketemukan di dalam permasalahan ketenegakerjaan khususnya ketika terjadi perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pemberi kerja. Perundingan Bipartit itu sendiri adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial seperti Perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK, dan Perselisihan antara serikat pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Perundingan bipartit seperti yang dijelaskan diatas memang wajib hukumnya untuk dilaksanakan terlebih dahulu secara musyawarah untuk mencapai mufakat sebelum melanjutkan upaya hukum ke tahapan berikutnya. Dan ketika upaya perundingan bipartit tersebut gagal maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab yaitu Dinas Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti-bukti yang ada terkait perundingan tersebut, Dan salah satu buktinya ialah Risalah Perundingan Bipartit.
Risalah perundingan bipartit tersebut dinyatakan secara tertulis dan tidak dibuat secara lisan. Dan dalam membuat risalah bipartit, perlu untuk diketahui bahwa sekurang-kurangnya harus memuat poin-poin seperti dibawah ini :
Risalah perundingan bipartit tersebut dinyatakan secara tertulis dan tidak dibuat secara lisan. Dan dalam membuat risalah bipartit, perlu untuk diketahui bahwa sekurang-kurangnya harus memuat poin-poin seperti dibawah ini :
1. Nama Lengkap dan Alamat Para Pihak
Poin penting pertama dalam membuat risalah perundingan bipartit yang harus diketahui ialah identitas para pihak yang hadir dalam perundingan terkait perselisihan hubungan industrial yang terjadi tersebut. Nama lengkap dan alamat para pihak baik itu pekerja dan/atau diwakilkan oleh kuasanya (serikat pekerja atau pengacara) dan juga pemberi kerja (perusahaan) harus dicantumkan dalam risalah tersebut.
2. Tanggal dan Tempat Perundingan
Sesudah identitas para pihak seperti nama lengkap dan alamat para pihak yang melakukan perundingan dicantumkan dalam risalah tersebut, hal selanjutnya yang tidak boleh dilewatkan ialah menulis Tanggal dan tempat perundingan bipartit tersebut dilaksanakan. ( Contoh : Pada Hari Kamis, Tanggal 04 Juni 2016, di PT. A )
3. Pokok Masalah atau Alasan Perselisihan
Seperti dijelaskan sebelumnya perselisihan hubungan industri pada pokoknya ada 4 jenis yaitu Perselisihan hak, perselihan kepentingan, perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK, dan Perselisihan antara serikat pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Dalam risalah perundingan tersebut jangan lupa mencantumkan point 3 ini sesudah tanggal dan tempat perundingan, seperti contoh kasus terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja tanpa pemberian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja seperti pesangon, penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, berarti pokok masalah yang harus ditulis dalam risalah tersebut ialah terkait mengenai masalah Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.
4. Pendapat Para Pihak
Sesudah poin 3 ditulis dalam risalah perundingan bipartit, poin penting selanjutnya adalah pendapat para pihak dalam perundingan bipartit terkait perselisihan hubungan industrial yang terjadi tersebut. Seperti contoh pokok masalahnya ialah karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mengakibatkan perselisihan, Dalam risalah tersebut pendapat dari para pihak hanya dicantumkan inti-intinya saja dari pokok permasalahan, Baik itu pendapat dari pihak pekerja dan/atau diwakilkan oleh kuasanya dalam perundingan, juga dari pihak pemberi kerja dan/atau diwakilkan oleh kuasanya.
5. Kesimpulan atau Hasil Perundingan
Dalam poin 5 ini merupakan hasil akhir dari pada perundingan bipartit yang terjadi antara para pihak, Dimana dalam kesimpulan tersebut dicantumkan inti dari pada musyawarah yang dilaksanakan pihak terkait. Jika perundingan tersebut gagal dan tidak tercapai mufakat, kesimpulan itu ditulis dan dinyatakan dalam risalah guna mempertegas apa yang menjadi inti dalam perundingan bipartit tersebut.
6. Tanggal serta Tanda Tangan Para Pihak yang Melakukan Perundingan
Yang terakhir yang perlu diketahui dalam membuat risalah perundingan bipartit ialah tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan. Hal tersebut sangat penting karena risalah bipartit yang sudah dibuat dari poin 1 sampai dengan 5 diatas dapat dikatakan memiliki keabsahan hukum ketika para pihak sudah mencantumkan tanggal beserta tanda tangannya dalam perundingan perselisihan hubungan industrial tersebut. Yang dimana isi dari pada risalah perundingan bipartit tersebut nanti diakui dan dinyatakan benar adanya oleh para pihak terkait.
Ke 6 (enam) poin tersebut diataslah yang penting untuk diketahui dalam membuat risalah perundingan bipartit terkait permasalahan perselisihan hubungan industrial yang terjadi diantara para pihak. Poin-poin penting tersebut dijelaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dimana nanti risalah perundingan bipartit tersebut dapat dijadikan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan dan juga ketika melakukan upaya hukum selanjutnya, risalah perundingan bipartit tersebut dapat dijadikan bukti untuk mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih .
Dasar Hukum :
1. Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Penulis : Daniel Lesnussa
ARTIKEL TERKAIT :
Pekerja Sakit Selama Lebih Dari 1 Bulan Tetap Diberi Upah ?
Aturan Mengenai Waktu Kerja Pada Suatu Perusahaan Menurut Hukum Yang Berlaku Di Indonesia
Hak-Hak Pekerja Perempuan yang Bekerja Pada Malam Hari di Suatu Perusahaan
Aturan Mengenai Waktu Kerja Pada Suatu Perusahaan Menurut Hukum Yang Berlaku Di Indonesia
Hak-Hak Pekerja Perempuan yang Bekerja Pada Malam Hari di Suatu Perusahaan