Di Negara Indonesia aturan hukum yang mengatur mengenai alat bukti khususnya dalam perkara pidana terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut dengeng singkatan KUHAP. Dalam kehidupan bermasyarakat ternyata masih banyak juga yang masih menyamakan istilah antara "Barang Bukti" dengan "Alat Bukti" itu sama, Padahal dimana perlu diketahui barang bukti dengan alat bukti merupakan sesuatu hal yang sangat berbeda.
Barang bukti merupakan suatu benda atau objek yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, entah itu diduga diperoleh dan/ atau sebagai hasil dan tindak pidana atau juga benda tersebut telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, Hal tersebut lebih jelas diatur di dalam Pasal 39 KUHAP. Sedangkan Alat Bukti dalam perkara pidana itu merupakan hal yang dijadikan sebagai landasan Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang berdasarkan keyakinannya bahwa suatu tindak pidana itu benar terjadi atau tidak.
Dan terkait judul diatas, Alat bukti dalam hukum acara pidana yang diatur di dalam Pasal 184 KUHAP itu dibagi menjadi 5 (lima) jenis yaitu :
1. Keterangan Saksi
Keterangan saksi yang diberikan oleh seseorang dalam persidangan merupakan suatu keterangan dari peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri atau ia mengalami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu. Dalam hal saksi tidak mendengar, melihat maupun mengalami sendiri terkait peristiwa pidana tersebut melainkan ia hanya memberikan pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, Maka hal tersebut bukan merupakan keterangan saksi. Saksi biasanya terdiri dari pada saksi yang memberatkan (a charge) yang biasanya diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) demi menguatkan dakwaannya, dan juga saksi yang meringankan (a de charge) yang diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan terhadap dakwaan yang diberikan kepadanya. Ketentuan Hukum mengenai keterangan saksi diatur di dalam Pasal 185 KUHAP.
Baca juga : Batas Waktu Penahanan Terhadap Tersangka Dan Terdakwa Menurut Hukum Yang Berlaku Di Indonesia
2. Keterangan Ahli
Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian-keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 KUHAP) seperti Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter atau dokter spesialis forensik. Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan, dan menurut Wiryono Prodjodikoro "isi keterangan ahli dengan keterangan saksi pada point pertama diatas berbeda". Keterangan seorang ahli lebih mengenai kepada suatu penilaian hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu, sedangkan keterangan saksi ialah mengenai apa yang dia dengar, lihat dan alami sendiri.
3. Surat
Dasar hukum mengenai alat bukti surat tertuang di dalam Pasal 187 KUHAP, yang dimana pada dasarnya surat yang disebut dalam pasal tersebut ialah surat resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya. Namun agar surat resmi tersebut dapat bernilai sebagai alat bukti di persidangan nantinya, Maka surat resmi tersebut harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat dan dialami sendiri oleh si pejabat, serta menjelaskan dengan tegas alasan keterangan itu dibuatnya. Jenis surat semacam ini hampir meliputi semua surat yang dikelola oleh aparat administrasi dan kebijakan eksekutif, misalnya KTP, SIM, passport, akte kelahiran , dan lain-lainnya, dimana surat-surat tersebut dapat bernilai sebagai alat bukti surat.
4. Petunjuk
Petunjuk yang dimaksud dalam point ke 4 (empat) ini hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat , keterangan terdakwa (Pasal 188 KUHAP). Artinya baik mengenai perbuatan , kejadian atau keadaan ada keterkaitan atau persesuaian dengan tindak pidana yang sedang disidangkan tersebut untuk menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Penilaian atas alat pembuktian petunjuk ini berdasarkan keyakinan yang terdapat di dalam hati nurani hakim, dimana dalam memeriksa perkara tersebut harus berdasarkan dengan kecermatan dan kesaksamaan.
5. Keterangan Terdakwa
Terdakwa dalam memberikan keterangannya sebagai alat bukti dalam persidangan di pengadilan hanya mencangkup 2 (hal), yaitu pengakuan dan pengingkaran mengenai tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Di dalam Pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri dan juga dalam memutus perkara, keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain seperti Keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan juga petunjuk.
Tentunya dalam ke 5 (lima) alat bukti tersebut diatas harus saling bersesuaian agar dalam penjatuhan pidana kepada seseorang atau terdakwa tersebut tetap berada pada koridor hukum acara pidana. Walaupun dalam hukum acara pidana hakim dalam memutus perkara berdasarkan dengan keyakinannya, perlu diketahui juga hakim tidak boleh menjatuhkan pidana apabila alat bukti yang diperoleh tidak mencapai batas minimal pembuktian yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti (Pasal 183 KUHAP). Karena hukum acara yang dimaksudkan termasuk dengan ke 5 (lima) alat bukti diatas ialah dimaksudkan untuk melindungi hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan sebuah keadilan.
Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.
Dasar Hukum :
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Referensi :
Prof. Koesparmono dan DR. Armansyah, 2019. Panduan Memahami Hukum Pembuktian Dalam Hukum Perdata Dan Hukum Pidana. Gramata Publishing : Bekasi
Penulis : Daniel Lesnussa
Penulis : Daniel Lesnussa
ARTIKEL TERKAIT :