Kedudukan dan Kekuatan Hukum Dari Perjanjian Tertulis yang Dibuat dan/atau Ditandatangani Oleh Para Pihak
Suatu perjanjian berasal dari pada suatu persetujuan dimana satu orang atau lebih (baik ia berbadan hukum maupun bukan) mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih guna melakukan suatu perbuatan yang telah disepakati oleh para pihak. Pengertian mengenai suatu perjanjian tersebut tertuang di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).
Perjanjian biasanya terjadi dan disepakati melalui 2 (dua) cara, yaitu baik ia secara tertulis maupun secara lisan. Perjanjian secara tertulis yang terjadi di masyarakat banyak sekali contohnya seperti jual beli rumah, hutang piutang, menggadaikan barang , sewa menyewa dan lain-lain. Dan terkait judul diatas, kedudukan hukum mengenai perjanjian antara para pihak yang telah bersepakat dan dibuat secara tertulis tersebut tertuang di dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) yang berisi :
"Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik."
Artinya ketika para pihak yang sepakat mengenai suatu perjanjian yang dimana isi dari pada perjanjian tersebut biasanya berbicara mengenai hak dan kewajiban secara langsung harus tunduk kepada perjanjian yang telah dibuat tersebut. Dan jikalau salah satu pihak ada yang melanggar apa yang telah diperjanjikan, perbuatannya itu disebut dengan wanprestasi, dan tindakan atas perbuatan yang melanggar perjanjian tersebut bisa dilakukan upaya hukum dimulai dari pada musyawarah antara para pihak bahkan sampai ke meja hijau atau Pengadilan.
Dan Selanjutnya Bagaimana kekuatan hukum dari perjanjian tertulis yang dibuat dan/atau ditandatangani oleh para pihak ? Seperti di jelaskan sebelumnya didalam pasal 1338 KUHPER menjelaskan bahwa perjanjian yang telah dibuat, dan/atau ditandangani oleh para pihak tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya kekuatan hukumnya tersebut sah dan mengikat sepanjang para pihak mengakui dan setuju akan hal tersebut. Namun perlu diketahui juga persetujuan tersebut harus di laksanakan dengan itikad baik, dan jika tidak perjanjian tersebut bisa dikatakan batal, karena hal tersebut tertuang di dalam Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) yang berisi :
"Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan."
Faktor kekhilafan , paksaan atau penipuan menjadi hal yang dapat membuat perjanjian itu batal dan tidak mempunyai kekuatan jika dapat dibuktikan mengenai kebenaran adanya oleh pihak yang merasa dirugikan dalam perjanjian tersebut. Selain itu kekuatan hukum yang secara sah dan mengikat mengenai perjanjian tertulis yang dibuat dan/atau ditandatangi para pihak itu dapat juga dinyatakan batal demi hukum jika dalam perjanjian tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku saat ini di Negara Indonesia . Sebagai contoh perjanjian yang dapat dinyatakan batal demi hukum jika mencantumkan klausula baku seperti yang tertuang di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Memang dalam hal perjanjian hukum khususnya secara tertulis yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat masih banyak yang kurang memahami betapa pentingnya membaca suatu perjanjian tertulis yang disepakatinya dengan pihak lain, Karena mungkin terkadang perjanjian tertulis yang sangat tebal dan/atau panjang kalimatnya menjadi salah satu faktor untuk melewatinya sehingga salah satu pihak menandatangani perjanjian tersebut tanpa ditelaah terlebih dahulu. Penulis sendiri memberi saran sebelum dibuat dan/atau ditandatangani perjanjian tersebut haruslah dibaca dan ditelaah terlebih dahulu dan jikalau kurang mengerti mengenai isi perjanjian tersebut baiknya menggunakan jasa hukum untuk mereview (mengulas) isi perjanjian, fungsinya agar kerugian materil maupun immateril tidak terjadi dikemudian hari dan kepentingan hukum para pihak lebih terjamin.
Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.
Dasar Hukum :
1. Kitab Undang-Undang Hukum perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Penulis : Daniel Lesnussa
Penulis : Daniel Lesnussa